Wednesday, January 5, 2011

AKU RINDU "MEREKA YANG DULU"

Posted by Khaleeda on Feb 26, '08 10:37 PM for everyone


Bismillah...

Ada yang hangat membasuh pelupuk mata dan pipi ini. Endapan kristal yang tak mampu terbendung lagi, kini tumpah menguraikan kesedihan dan menyisakan isak tangis sesenggukan. ada yang bergemuruh di dalam dada. ada yang bergejolak di dalam jiwa. semua beradu memainkan nuansanya...Dengan segenap hati kurangkaikan kata demi kata untuk mereka yang kini entah di mana. Aku merasa kehilangan...sangat kehilangan! Karena itu, kucoba tuliskan rinduku, pada mereka yang dulu...

Ahh..masih terekam dalam ingatan, kisah-kisah penuh hikmah dalam bingkai perjuangan. Tatkala dakwah menjadi suatu kesadaran dan semangat berkorban bergelombang di seantero pelosok negeri, demi satu kejayaan, ISLAM! Para muslimah berbondong-bondong mengenakan hijab. Tak peduli resiko dan tantangan yang mereka hadapi begitu hebat. Ancaman dan cercaan dari orang-orang terdekat. Keluarga, pihak Sekolah, maupun sahabat. Adanya kecurigaan dan kekhawatiran akan mereka yang dianggap pengikut aliran sesat. Namun, tak segores pun rasa gentar tersirat di raut wajah mereka. Hanya ada satu cita, hidup mulia atau mati sebagai syuhada. Sungguh! merekalah akhowat tangguh itu! Sekarang, jarang sekali aku melihat raut teduh nan bersahaja seperti mereka dulu. Wajah-wajah bersih dan bercahaya karena polesan air wudhu dan bedak tawadhu'. Kesederhanaan dan kepolosan yang lahir dari jiwa-jiwa yang tulus dan qona'ah. Kelembutan yang berbalut kedewasaan dan setegar batu karang. Ah, aku rindu.... Entah apa yang terjadi. Saat ini, yang sering tampak adalah pemandangan mereka yang mengaku akhwat, berpenampilan modis dengan pakaian serba ketat, ditambah wangi parfum yang menebar aroma syahwat, jilbab kecil berwarna-warni dengan motif mencolok, bahkan ada yang tidak mengenakan kaos kaki. Astaghfirullah...(wahai ukhti, jagalah dirimu dari fitnah lelaki...)

Masih membekas dalam ingatan, ketika masjid-masjid ramai dengan kaum lelaki yang sholat berjama’ah. Lingkaran-lingkaran di masjid, musholla, dan rumah-rumah yang menjadi sarana pembinaan. Sebuah proses pembentukan (Tansyi’ah), pemeliharaan (Ar-Ri’ayah), pengembangan (At-Tanmiyah), pengarahan (At-Taujih) dan pemberdayaan (At-Tauzhif). Yang kelak darinya akan muncul generasi-genarasi tangguh yang menjadi tonggak berdirinya suatu kejayaan (InsyaAllah...). Mereka, yang demi menghadiri lingkaran-lingkaran ilmu itu harus menempuh jarak bermil-mil, menyeberangi sungai, menerobos hutan dan semak belukar. Mereka dicurigai, dituduh, ditangkap, dipenjara, diburu, bahkan dibunuh oleh mata-mata musuh yang tidak akan pernah berhenti mengusik umat Islam sampai kita mengikuti agama mereka (musuh-musuh Allah-pen). Namun, percuma saja! Sia-sia. Mereka yang dipanggil mujahid-mujahidah sejati tidak akan pernah bergeming. Semua yang dilakukan musuh-musuh Allah itu tak kan sanggup menyiutkan nyali-nyali mereka. Yang ada malah api semangat yang kian berkobar, membunuh atau terbunuh, demi tegaknya Islam sebagai Ustadziatul ‘alam...Allahu Akbar!!

Masih segar dalam ingatan, ketika gelombang itu menggulung rezim-rezim tak bertanggung jawab. Negeri yang sejak dulu dininabobokan oleh penguasa-penguasa dzolim nan biadab. Pejabat-pejabat yang semakin menggila ingin menjadi konglomerat, sementara rakyat melarat dan negeri sekarat. Belum lagi hutang-hutang yang dipikulkan kepada generasi-generasi kita mendatang. Bah! Gelombang itu, pemuda-pemuda yang seolah terbangun dari tidur panjang yang melenakan, mencoba bangkit dengan mengusung semangat perubahan. Reformasi! Dulu, ketika aksi, pekikan takbir sang aktivis mampu menggetarkan jiwa-jiwa yang mendengarnya, bahkan langit seolah bergemuruh dan bumi serasa bergoncang. Tapi saat ini, pekikan takbir kita hanya membuat polisi-polisi yang berjaga senyam-senyum menahan tawa. Ke mana perginya kekuatan ruhiyah dalam gema takbir itu? Pekikan takbir yang keluar dari lisan-lisan yang basah oleh dzikir hingga membuat musuh ketar-ketir. Takbir yang bersumber dari hati yang bersih dan iman yang kokoh. Adakah yang salah dalam niatan kita? Apakah kuantitas yang semakin bertambah saat ini begitu melenakan hingga kualitas menjadi terabaikan?

Masih hangat dalam ingatan, saat aku menginjakkan kaki pertama kali di medan juang ini. Sambutan mesra dari mereka yang menawarkan sebentuk cinta. Cinta suci yang hanya dibingkai karenaNya. Cinta yang terikat karena adanya kesamaan: satu aqidah, satu cita, dan satu tujuan. Merekalah yang mengajarkanku indahnya jalinan persaudaraan. Tatkala ucap salam menjadi indah terdengar. Senyum-senyum tulus yang merekah dari wajah-wajah bercahaya. Sapa ramah yang terlontar dari mereka yang bersih hatinya...Ah, aku benar-benar jatuh cinta pada mereka. Semoga Allah menjaga ukhuwah ini hingga ke syurga_amien.

Masih melekat dalam ingatan, ketika mereka bercerita tentang manisnya perjuangan dan indahnya pengorbanan. Tak hanya cerita bahagia bertabur suka, atau kisah pilu mengharu biru, namun ada juga kisah hikmah nan lucu. Ketika kakak-kakak pendahulu bercerita tentang betapa Agungnya Islam mengatur batas-batas pergaulan demi menjaga izzah (kehormatan) manusia di hadapan Allah dan makhlukNya. Kisah seorang akhwat yang ditinggal bicara sendiri karena tak mengetahui bahwa si ikhwan telah pergi, namun tak ia sadari karena mereka berbicara dengan saling memunggungi. Atau kisah seorang akhwat yang terjatuh ke selokan demi menghindari ikhwan yang datang dari arah berlawanan. Atau mungkin kisah seorang ikhwan yang kena “semprot” Murobbinya karena mendapat laporan telah membiarkan seorang akhwat di pinggir jalan menarik sepeda motornya yang mogok dengan kepayahan dan keletihan. Mungkin terkesan konyol dan berlebihan. Ya, mereka memang keterlaluan! Tapi itu mereka lakukan demi kehati-hatian. Tidak seperti interaksi ikhwan akhwat saat ini yang kelewat akrab dengan berpendapat bahwa “menjaga pendangan belum tentu menjaga hati”. Astaghfirullah... lalu apa makna dari perintah Allah dalam surah An-Nur ayat 30-31 bagi mereka saat ini? Di mana posisi hijab itu kini?

Ya, akhir-akhir ini ingatan-ingatan itu berkelebat dalam benak, menari-nari dalam otak, dan menyebabkan kerinduanku pada mereka yang dulu semakin memuncak. Aku rindu ghiroh mereka. Aku rindu militansi mereka. Ya Allah...hati ini sungguh merindukan semua itu...

Kala ku buka lembaran silam, untaian memori tertata rapi, sekotak kenangan tergenggam erat, seiring waktu yang berjalan begitu cepat. Di sini, kita merajut bingkai ketulusan, merangkai kebersamaan, dan indahnya sebuah jalinan. Tak ada yang mesti ditangisi. Tak ada yang mesti disesali. Berpisah tak mesti pergi. Karena namamu tetap bersarang di sini, di relung hati. Hanya untaian maaf dan berbuket ucapan terimakasih yang terselip di sela-sela do’a...Moga Allah mengumpulkan kita di jannahNya_amien..

Teriring lantunan nasyid yang mengalun dari dentingan hati...

Kehidupan bagaikan roda
Beribu zaman terus berputar
Namun satu tak akan pudar
Cahya Allah tetap membahana

Majulah sahabat mulya
Berpisah bukan akhir segalanya
Lepas jiwa terbang mengangkasa
Cita kita tetap satu jua
Cita kita tetap satu jua

(IZIS, Untukmu Syuhada)

aku sadar, rindu tinggallah rindu..
kini, aku harus bangkit dan menatap ke depan!
perjalanan masih terlalu panjang...
di sana, masih ada segelintir orang yang
masih memegang teguh prinsip-prinsip dan idealismenya
untuk tetap kembali pada asholah dakwah,
seperti pada awal-awal tarbiyah...
tak kalah meski tergerus masa..
tak goyah walau selangkah...
Let's Back To Asholah!!!!

Ikhwah fillah...Mari kita berlari menuju Allah,
memohon ampunan atas segala kesalahan,
memburu syurga dengan segenap pengorbanan..
meski air mata berderai-derai
meski peluh menganak-sungai
bergerak atau menggerakkan!!!
berkorban atau terkorbankan!!!
Allaahu Akbar!!

No comments:

Post a Comment